Catatan Kaki Al Quran

PENGANTAR

Kitab Allah yang sesungguhnya ada di alam, realita kehidupan, dan di dalam hati. Sebagai contoh, kalau kita lalai akhirnya pasti menderita, kalau bersalah atau berdosa ganjarannya adalah siksaan atau neraka. Sebaliknya, kalau kita tidak lalai akan terhindar dari derita dan mendapat kesenangan, kalau menghindari kesalahan dan melakukan kebaikan akan selamat dan dapat kebaikan yang lebih (pahala dan surga). Itu sudah merupakan hukum alam dan hati pasti merasakan derita dan siksaannya apabila kita lalai, bersalah, dan berdosa. Hati juga pasti menolak karena dalam memori pasti sudah terekam hukum sebab-akibat yang pernah dialami, dirasakan, atau disaksikan oleh indera.

Dengan diturunkanNya Al Quran, Allah sesungguhnya hanya menegaskan itu semua dengan mengambil hikmah dari orang-orang yang bersegera dalam kebaikan dan orang-orang yang lalai dan berdosa. Selain itu, Allah juga mengajarkan untuk menghindari kelalaian dan kesalahan dan bersegera dalam kebaikan dengan melaksanakan syariat (bertakwa). Lalu mengajarkan hal-hal yang tak diketahui manusia, supaya manusia bisa mengambil pelajaran daripadanya, agar hatinya semakin mantap dalam bertakwa.

Allah sengaja mengambil sample hati, perjalan hidup, lingkungan dan alam sekitar Rasullullh yang sudah diketahuiNya kompleks. Hati dan perjalanan hidup Rosululloh dijadikan sample, karena padanya terdapat suri teladan yang baik. Selama empat puluh tahun sebelum diangkat sebagai rasul, Nabi Muhammad telah membuktikan keterujian hati dan perilakunya. Padahal, lingkungan dan alam sekitarnya benar-benar tidak mendukung untuk menjadi sosok pribadi yang baik dan patut dijadikan suri teladan. Artinya, selama empat puluh tahun masa hidupnya, Rasululloh telah benar-benar diuji sebelum ditunjukkan Al Quran padanya. Sehingga antara Al Quran dan pribadi Raullulloh itu tidak bisa dipasahkan. Sebutan bagi kitab yang diterima Rasululloh adalah Al Quranul Karim, sedang suri teladan yang baik disebut Ahlakul Karimah. Maka tak heran kalau istri Rasululloh, Aisyah RA, mengatakan pribadi Rasulloh adalah Al Quranul Karim.

Namun, pribadi Rasululloh bukanlah Al Hadist. Pribadi Rasulloh telah berakhir sejak beliau meninggal. Umat Rasululloh setelah beliau meninggal, hanya bisa tahu pribadi beliau dari riwayat. Riwayat itupun sudah jadi simpang-siur bahkan umat sesudah beliau meninggal sudah diperingatkan oleh kehidupan akan bahaya munculnya nabi-nabi palsu (orang-orang yang akan mengatakan bahwa yang diucapkannya adalah dari Allah) dan tentunya perkataan-perkataan palsu yang mengatasnamakan itu dari Rasulloh. Tapi telah pasti dijamin Allah dalam Al Quran, bahwa Al Quran akan terpelihara hingga akhir jaman. Dalam Al Quran tidak disebutkan bahwa Allah akan memelihara Al Hadist. Oleh karena itu, umat sesudah Nabi harus benar-benar cerdas dalam mempelajari dan memahami Al Hadist, meski penulis atau perawinya telah mengatakan hadist itu adalah shahih. Apalagi Rasulloh sendiri sudah pernah memperingatkan bahwa jangan pernah menulis ucapanku selain daripada Al Quran. Barang siapa yang tidak taat dan membuat kebohongan pada Allah dan RasulNya, maka akan dilaknat Allah.

Akan tetapi, karena itu bukan berarti orang Islam harus menolak Al Hadist. Usaha para perawi seperti Imam Bukhori, Imam Ahmad, Ibnu Majah, dan Imam Muslim merupakan suatu bentuk ijtihad seorang ulamak. Sebagai ijtihad, usaha mereka patut mendapat pahala satu bila salah, dan dapat pahala dua bila benar. Tapi saya pribadi menganggap mereka dapat pahala satu, karena pengumpulan dan penulisan hadist dilandasi ketakutan dan kekawatiran. Entah itu karena ketakutan dan kekawatiran akan banyaknya hadist palsu, ketakutan dan kekawatiran umat tak ingat lagi pada ajaran dan teladan Rasululloh, bahkan mungkin takut dan kawatir kalau Agama Allah akan rusak karena itu semua. Padahal, Allah telah jelas mengatakan dalam KitabNya, Al Quran akan terpelihara sepanjang masa. Jika orang lupa satu saja dari ayat-ayatNya, maka Dia akan mengganti dengan ayat yang serupa atau semisal dengan itu di hati manusia. Jadi, kenapa para perawi hanya dapat pahala satu (ijtihaj yang salah), bukan dua (ijtihaj yang benar) adalah karena mereka lebih percaya pada ketakutan, kekawatiran, dan pemikiran mereka sendiri daripada kepada Allah SWT.

Akan tetapi bukan berarti pula bahwa hadist yang mereka kumpulkan tidak berguna. Tapi umat harus cerdas dalam mensikapi dan mempelajarinya. Dalam ilmu hadist, ada yang disebut hadist sahih (hadist asli dari Rasululloh), hadist hasan (Hadist yang meragukan, tetapi isinya ajaran yang baik), dan hadist dhoif (ajaran yang baik juga, tetapi bukan dari Rasulloh, meski diriwayatkan dari Rasululloh). Hal ini harus disadari betul saat membaca dan mendengar hadist. Posisikan bahwa hadist itu adalah bagian dari ilmu pengetahuan, kalau memang benar dan bermanfaat gunakan, kalau tidak atau hanya memberati saja dalam melaksanakan ajaran agama maka tinggalkan. Agama diturunkan bukan untuk membebani dan memberatkan seseorang. Sebaliknya, justeru untuk mempermudah dan meringankan seseorang dalam menjalani kehidupan.

Contoh bahwa agama untuk mempermudah dan meringankan hidup adalah adanya perintah jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dalam menjalani hidup, kalau orang tak sabar sudah pasti akan memicu berbagai masalah untuk datang secara bertubi-tubi. Kalau tidak sabar, orang sulit berpikir jernih, karena itu masalah satu bisa menjadi jamaah.Dengan sholat, selain orang bisa menenangkan diri, juga bisa mengalihkan pikiran dari persolan hidup untuk sementara. Selain itu, orang juga bisa mencari solusi langsung ke pokok persoalan, karena Allah yang memberi ujian dan cobaan, Allah pula yang akan memberi jalan keluar dan penyelesaiannya.

Lalu ada perintah hukuman qisos bagi pembunuh dan rajam bagi pezinah yang merusak rumah tangga. Keduanya ditetapkan untuk menyelesaikan masalah secara tuntas agar tak ada pembunuhan dan perzinahan. Bukankah dua masalah itu selalu membuat orang ketakutan dan berada dalam kebingungan dan masalah besar yang amat pelik dan menjalar ke mana-mana? Kalau dua hal itu tak diselesaikan dengan tuntas, maka akan jadi semakin berat kehidupan setelah datangnya masalah pelik dan bertubi-tubi. Seorang pembunuh yang dengan sengaja melakukan pembunuhan bisa menjadi momok dan akan terus menghantui mental orang lain. Bukankah tak enak kalau orang terus berada dalam ketakutan dan kekawatiran? Kalau orang terus takut dan kawatir, maka susah diharapkan jadi produktif. Pezinah yang telah berkeluarga pun, juga akan mengalami derita yang kronis yang bukan hanya memberati dirinya, tetapi juga orang sekitar dan anak turunnya. Kalau sudah seperti itu, ujungnya dia akan memberati masyarakat atau orang banyak.

Setiap perintah dalam Al Quran, pasti mengandung hikmah, yang apabila dipikir dan direnungkan tujuannya pasti untuk memperingan dan memudahkan manusia dalam menjalankan kehidupan. Namun orang Islam tak boleh tak toleran pada orang lain. Kalau dia hidup di suatu daerah yang sudah mempunyai ketentuan hukum atas itu semua, dia harus bisa menyesuaikan diri dan menaati pemimpin yang menerapkan hukum itu dengan adil sebagai bentuk ketaatannya pada Allah. Namun, dalam hatinya harus tetap yakin menganggap hukum Al Quran itulah hukum yang sebaik-baiknya. Bila hukum yang ada di masyarakat, tempatnya berpijak tidak menyelesaikan masalah di masyarakatnya, maka hendaknya dia menawarkan hukum itu sebagai solusi.

Kembali ke pokok persoalan Al Quran sebagai solusi mempermudah dan meringankan hidup. Agama bukan untuk membebani dan memberati. Namun, banyak orang yang telah melanggar Firman Allah dalan Al Quran untuk jangan berlebihan dalam beragama, maka agama jadi terkesan membebani dan memberati. Pokok persoalan yang menyebabkan hal itu adalah karena orang tidak menengok ke Al Quran, memaksakan diri menjalankan hadist, bahkan memaksa orang lain untuk menerima hadist itu baik sebagai hujjah maupun sebagai amalan agama yang wajib ditaati dan dijalankan secara istiqomah.

Hadist dan amalan yang dicontohkan Nabi Muhammad sifatnya adalah sunah untuk dipegang dan dikerjakan. Fungsikan hadist sebagai khasanah memperkaya pemikiran dan pandangan. Kalau ingin menempa diri dengan meniru amalan sunnah Nabi, kerjakan dengan istiqomah dengan ihlas dan rela hati, tanpa dibarengi riya', bangga diri, apalagi untuk tujuan mendapatkan keuntungan duniawi seperti jabatan dan ingin jadi pemuka agama. Jangan pernah ingin jadi pemuka agama, tetapi berharap dan berusahalah jadi pemuka orang-orang yang bertaqwa. Syarat menjadi pemuka orang bertaqwa adalah menjalankan syariat, menjalankan toriqoh (memelihra aqidah), senantiasa berma'rifat hingga paham hakikat (atau dengan kata lain menjadi orang arif dan bijaksana).

Untuk tahu dan mempelajari itu semua (Dinul Islam) cukup Al Quran sebagai pedoman (Hasbunallah wanikmal wakil, nikman maula wanikmannasir'Cukup Allah (Firman Allah) sebagai wakil dan pelindungku'). Dalam Al Quran sudah diajarkan semua pengetahuan dan hikmah tentang amalan syariat, toriqoh, ma'rifat, hingga orang bisa menjadi orang arif bijaksana. Namun ada kesalahan dalam umat, baik disadari maupun tak disadari, yang menganggap sumber syariat, toriqoh, dan bermakrifat, hingga jadi orang arif bijaksana adalah hadist. Bahkan ada yang sampai berlebihan dalam mengagungkan dan memposisikan Nabi Muhammad.

Nabi Muhammad tidak ada bedanya dengan Nabi dan Rasul-rasul Allah yang lain. Dalam Al Quran, Allah memang memerintahkan para malaikat dan umat Islam untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad, tetapi cukup dengan sholawat ibrahimiayah. Artinya ketika bersholawat atas Nabi, jangan lupa pada nabi dan rasul-rasul yang lain, salah satunya nabi Ibrahim.

Dalam mensikapi Al Kitab yang dibawa Nabi Muhammad pun,jangan sampai dibeda-bedakan dengan kitab Allah yang lain.Hanya saja, ketika mempelajari dan memahami Al Kitab yang lain, orang Islam harus sangat waspada pada penyimpangan aqidah, karena hanya Al Quran satu-satunya kitab yang dijanjikan Allah akan dipeliharaNya.

Lalu, dalam soal pribadi Nabi (hadist) adalah contoh dan teladan dalam menetapi Al Quran. Dalam realita yang terjadi diperkumpulan toriqoh. Ada pertanyaan awam yang sangat menggelitik. Mana yang harus dipilih antara banyak-banyak membaca sholawat atas Nabi dan banyak-banyak ibadah kepada Allah? Ada juga yang bertanya, mana yang lebih baik menaati hadist atau Al Quran? Kebanyakan guru toriqoh pasti mengunggulkan bacaan sholawat yang dibuatnya atau oleh sesepuhnya dengan berkata bahwa membaca sholawat adalah perintah Allah juga. Dengan itulah kamu akan dapat syafaat dari Nabi di akherat kelak. Padahal, di akherat nanti, sesuai dengan Firman Allah dalam Al Quran, tidak ada seorang pun yang akan bisa memberi syafaat. Bahkan Nabi pun tak akan bisa, kecuali atas seijin dariNya.

Pertolongan Nabi Muhammad atas umatnya adalah ketika menjelang ajal, Nabi Muhammad berdoa, "Limpahkanlah rasa sakit menjelang maut dari umatku kepadaku". Jadi, bukan di akherat kelak. Saat di akherat nanti, semua akan menanggung amal dan perbuatannya sendiri-sendiri. Karena itu, jalan yang aman adalah memperbanyak taqwa kepada Allah dengan mentaati Al Quran. Menaati Al Quran yang dibawa Nabi saja, sudah membuat orang jadi umat Nabi. Beristiqomah pada amalan yang diajarkan Nabi akan lebih mengokohkan hati, karena memang sangat berat amalan itu, apalagi jika diiringi istiqomah. Lalu, banyak-banyak bersholawat Ibrahimiyah atau membaca sholawat lain, juga merupakan bagian kecil dari ketaqwaan pada Allah. Semakin bertaqwa orang kepada Allah, maka dia akan semain menjadi umat Nabi yang sebenar-benarnya dan ketika wafat, pasti dia termasuk orang-orang yang mendapat berkah doa Nabi yang diucapkan saat ajal tersebut.

Semua itu telah diajarkan dalam sumber hukum Islam Al Quran. Al Quran telah meliputi hukum syariat, toriqoh, ma'rifat, hingga jadi orang arif bijaksana. Karena itu, pilihlah taqwa dengan perintah Allah dalam Al Quran, jangan mengikuti ucapan guru toriqoh atau ustad dan da'i tertentu, kalau itu menyesatkan. Kita semua di abad ini tahu, munculnya kefanatikan dan gerakan-gerakan radikal dalam beragama adalah karena orang menerima Islam berdasarkan ucapan dan fatwa ulama' yang menekankan pada hadist. Hadist, kalau disajikan dalam sebuah tulisan, siapapun tidak akan tahu, mana hadis yang shohih, hasan, atau dhoif. Karena itu, wajib bagi umat Islam untuk senantiasa menengok dan selalu berpedoman pada Al Quran.

Sekali lagi, hanya Al Quran yang akan terpelihara sepanjang masa.Kalau orang sudah menerima Al Quran dan Kitab-kitab Allah lainnya, maka tidak akan berselisih orang-orang yang mewarisi kitab. Yang sering membuat orang berselisih, khususnya umat Islam di Indonesia, adalah hadist, yang ditekan-tekankan oleh orang-orang yang berlebihan dalam beragama. Penekanan itu muncul karena dia ingin menjadi lebih baik dari orang lain bahkan dari golongan lain. Maka tak heran, jika orang sudah sesat dan mengikuti orang yang mengaku ulama' semacam itu, pasti akan tergiur juga oleh godaan setan untuk merasa jauh lebih baik dari orang lain. Gurunya saja seperti itu, maka murid dan pengikutnya pasti akan jauh lebih parah.

Saya harus menyebut orang semacam itu sebagai orang yang mengaku-ngaku sebagai ulama' karena dia tak pantas menyandang gelar ulama'. Dia memang mewarisi nabi-nabi, tetapi dia malah jadi musuh utama yang mencemari nama baik mereka. Sesungguhnya para pewaris nabi-nabi adalah yang utama lurus aqidahnya. Kedua taqwa atau menjalankan sesuatu yang baik dan menjauhi keburukan dan kejahatan, karena Allah SWT. Ke tiga arif atau berilmu. Ke empat, paham ilmu sampai ke hakikatnya, hingga menjadi orang arif bijaksana.

Al Quran telah mengajarkan itu semua. Namun ada kalanya, terutama anak-anak muda, yang tahu sedikit atau belum paham benar isi Al Quran secara keseluruhan sudah berkoar-koar tak karuan. Hal itu bisa disebabkan ingin pamer (riya'), bangga diri (ujub), merasa lebih baik dari orang lain (takabur), atau sumah (bangga dengan amal dan usahanya), bahkan tak jarang yang sampai jadi sombong dan menghina orang lain. Jika begitu, maka toriqoh (aqidahnya) patut dipertanyakan. Dia harus diarahkan untuk memahami itu, agar tak muncul kerusuhan dan kekacauan di kemudian hari, karena penyakit hati itu pasti akan terus menyebar jika dibiarkan. Inilah sebab, mengapa agama saat ini jadi simpang siur. Yaitu karena segala bahaya syirik halus semacam ini terus dibiarkan meraja lela.

Al Quran telah memerikan itu semua. Dalam Al Quran, tidak ada keraguan padanya. Jikapun ada yang masih mempermasalahkan Al Quran, bukan masalah Al Qurannya yang harus direvisi, tetapi kejujuran dan mental orangnya yang harus direparasi. Akan tetapi, untuk Al Quran terjemahan versi Indonesia, berdasarkan pemahaman, pengalaman, dan penghayatan saya, saya merasa ada yang tak benar dan mengandung kesalahan fatal. Sesuatu yang tak benak dan merupakan kesalahan fatal itu, saya rasa juga faktor yang membuat orang enggan mempelajari Al Quran, merasa kesulitan, bahkan itulah yang memmbuat orang Islam jadi bingung, brutal, dan tak toleran pada pemeluk agama lain. Dalam kajian catatan kaki berikut ini, bukan hendak merevisi Al Quran, tetapi sekedar meluruskan model terjemahan yang telah lampau.

Dalam terjemahan yang telah lampau, begitu banyak catatan kaki yang tidak utuh, bahkan ada beberapa pemahaman penafsir yang dipaksakan untuk masuk ke dalam keyakinan dan persepsi pembaca. Catatan dalam kurung yang tersebar di mana-mana bisa jadi berfungsi untuk memperjelas, tetapi bisa mempersempit dan terlalu mendoktrin. Padahal menurut konteks dan koteks, makna penambahan dalam kurung itu tidak sinkron dan terlalu dipaksakan. Sebagai contoh yang sering terjadi adalah ditambahkannya kata Al Quran ketika disebut Al Kitab. Padahal kata Al Kitab ini bisa berarti lebih umum termasuk di dalamnya Taurat, Injil, Zabur, dan kitab-kitab Allah lainnya di berbagai penjuru dunia. Hal itulah yang membuat pemikiran pemuda yang tingkat pengetahuannya belum memadai jadi terdoktrin untuk menyalah-nyalahkan pemahaman umat lainnya, merasa benar sendiri, kaku dan berlebihan dalam beragama. Hal inilah yang membuat orang Islam Indnesia khususnya menjadi golongan yang berpikir sempit dan tak terbuka pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi.

Barangkali, alasan para mufasir melakukan itu mungkin betul karena dilandasi niat baik menjaga dan memproteksi sejak dini, tetapi kalau itu juga dilandasi ketakutan, kekawatiran buta, dan rasa ketidakpercayaan pada Kuasa dan Kemampuan Allah dalam melindungi dan memberi petunjuk pada hamba-hambaNya yang shaleh, maka itu bisa berbahaya. Kesalahan ini hampir serupa dengan yang dilaukan perawi hadist, bahkan mungkin lebih parah dan berbahaya. Allah tidak akan membiarkan ayat-ayatNya dipahami secara salah hingga akhir jaman, tetapi mereka memilih menambahi dan merasa lebih percaya pada pemahamannya yang benar sedang Allah salah karena membuat ayat Al Quran bermakna bias. Tapi bagaimanapun juga mereka sudah berusaha melakukan sebuah ijtihad sehingga kalau salah pun, mereka sudah dapat pahala satu. Tapi sudah jelas ijtihad mereka dilandasi ketakutan, kekawatiran, dan kesempitan, bukan dilandasi ketundukan dan kepasrahan kepada Allah SWT yang merupakan landasan dasar bagi seorang mukmin.

Oleh karena itu berulang kali dalam tulisan dan diskusi dengan teman-teman saya ungkapkan, kesalahan orang Indonesia dalam berislam adalah karena mengikuti ijtihad ulamak yang berpahala satu atau yang salah, bukan yang berpahala dua atau yang benar. Hal ini bukan masalah remeh. Kalau orang sampai salah dalam pandangannya, maka akan buruk dan hancur keyakinan dalam hatinya. Buruk dan hancur pula amalan dan perbuatan yang diterapkannya. Contoh dari kehancuran itu adalah salahnya pandangan, pendirian, dan perilaku segolongan umat Islam yang menganggap orang berahlak buruk yang bertobat lebih baik daripada orang yang istiqomah dalam taqwa (melaksanakan kebaikan dan menjauhi keburukan). Menurut pandangan Allah dalam Al Quran orang yang menyesal dan bertobat (bernafsul lawamah) adalah baik, tetapi jiwa yang senantiasa lembut, ihlas, dan istiqomah (nafsul mutmainnah) jauh lebih baik. Orang seperti Sunan Kalijogo yang pernah jadi penjahat kemudian sadar dan bertobat baik, tetapi orang yang selalu lurus seperti Sunan Giri dan Sunan Drajat jauh lebih baik di Mata Allah. Sekali lagi di Mata Allah. Orang itu sendiri tak boleh merasa lebih baik, apalagi merasa paling baik. Kalau umat atau orang Islam tidak sepaham dengan Allah, berarti sudah ada benih-benih penentangan.

Masalah yang melanda negeri ini dan orang Islam khususnya sudah sangat kompleks. Jutaan orang Indonesia (bahkan dikatakan mayoritas di negeri ini) sama sekali tak membuat negeri ini jadi lebih baik bahkan jadi salah satu target negeri yang celaka dan menuju ke kehancurannya. Hal ini sesuai dengan ayat Allah yang berbunyi, "Kalau Allah menghendaki suatu negeri hancur, maka akan dibiarkan orang berahlak dan beraqidah buruk untuk menjadi pemimpinnya." Tapi hal ini bukan harga mati. Yang masih dipandang baik di mata Allah adalah negeri yang orang-orangnya masih mau menyesal, bertobat, dan tak mengulang lagi kesalahannya dan negeri yang lurus dan senantiasa bertaqwa kepada Allah. Untuk itu, yang perlu direparasi lebih dulu dari keberagamaan masyarakat ini adalah dasar keimanan dan tauhidnya serta perilakunya. Masyarakat negeri ini sekarang, butuh pandangan yang benar. Saya bukan bermaksud mengatakan tulisan ini adalah yang paling benar, tetapi Yang Maha Benar adalah Allah. Dengan tulisan ini semoga saya sendiri dan kita semua bisa menjadi orang-orang yang senantiasa mendapatkan petunjuk.

Saya sengaja memilih enam ayat berikut sebagai bagian awal Al Quran, beda dengan Al Quran yang ada pada umumnya. Yaitu, pertama Pembukaan (Al Fatihah yang tak dapat diubah-ubah posisinya), Lalu Memurnikan Keesaan Allah (Al Ihlas), Orang-orang Mukmin (Al Mukminun), Orang-orang Munafik (Al Munafiqun), Orang-orang Kafir (Al Kafirun), dan Sapi Betina (Al Baqoroh). Keenam ayat tersebut perlu dipahami dahulu oleh orang Islam, agar orang Islam dan orang agama lain tahu inti ajaran Islam dan beda antara yang benar-benar orang beriman (yang lurus) dengan Yang munafik, juga dengan yang kafir. Keenam surat tersebut bisa dikatakan satu pemahaman yang saling melengkapi. Khusus dalam Surat Al Baqoroh dituangkan pembeda yang jelas dan berbagai hukum syariat yang harus ditetapi. Barangkali hal inilah alasan penyusun Mushaf Al Quran Usmani menjadikan Al Baqoroh sebagai surat awal setelah Pembukaan. Akan tetapi, berdasarkan riwayat penurunan Al Quran, ayat-ayat Al Quran tidak diturunkan sekaligus dan tersusun runtut seperti sekarang. Lalu, kalau disimak dari sejarah perjuangan Nabi Muhammad, yang ditekankan Nabi pada umat pertama bukan digembleng ke perbedaan yang kaku dengan umat lain dan ke syariat, tetapi dibangun dulu kesadaran dan keimanannya. Ini adalah kebijaksanaan Ilahiah yang diajarkan pada Nabi Muhammad. Tapi bukan berarti kalau ditanamkan dulu segi keimanan dan kesadarannya, mengetahui beda yang mukmin, yang munafik, dan yang kafir, serta hukum syariat jadi tak penting. Sebaliknya, dengan menyajikan dulu keenam surat tersebut diharapkan orang sudah bisa menangkap inti dari Al Islam, beda Islam dengan agama lain, lalu bagaimana sepantasnya bersikap pada orang munafik, kafir, dan orang beragama lain, serta tahu juga tentang hukum dan syariat Islam.

Lalu, yang tak kalah pentingnya dan patut diingat adalah bahwa meski keenam surat ini adalah sudah meliputi inti dari ajaran Islam, jangan sampai mengabaikan surat-surat lainnya. Surat-surat yang lainnya merupakan penguat dan pelengkap keimanan dan terdapat begitu banyak hikmah dan ilmu di dalamnya. Jika umat Islam sampai mengabaikan surat-surat itu maka bukan hanya keimanan, keiislaman, dan ahlaknya akan keropos, tetapi dia juga termasuk golongan yang ingkar pada ayat-ayat Allah. Hal ini bisa menghancurkan diri dan agama secara keseluruhan. Cukuplah kita mengambil contoh dari orang-orang terdahulu yang secara tak sadar menghancurkan dirinya sendiri dan agamanya hanya dengan mengutamakan syariat seolah menolak ajaran toriqoh (aqidah) dengan menggampangkan ajaran toriqoh dan berkata, ajaran toriqoh sudah ada dalam ajaran syariat. Padahal, sesungguhnya dia tak mau belajar toriqoh, merasanya nyaman dengan yang ada, bahkan sesungguhnya ingin dianggap beda dan lebih baik dari lainnya. Sebaliknya, orang toriqoh pun juga begitu, merasa lebih baik karena mengira sudah mencapai ilmu yang tinggi. Padahal, antara syariat (hukum dan ajaran muamalah dan ritual), toriqoh (ajaran aqidah), Ma'rifat (usaha menyelami dan memahami kehidupan dengan senantiasa menegakkan hukum Islam) merupakan satu kesatuan kewajiban seorang mukmin yang disebut bertaqwa kepada Allah SWT semata agar bisa mencapai hakikat atau menjadi orang yang arif bijaksana.

Jadi, tanpa itu semua belum genap keislaman seseorang. Atau bisa diatakan, tanpa salah satu daripadanya, keislaman seseorang masih cacat. Menurut pemahaman orang Jawa, "Eruh iku cuman moco karo indera. Setelah ditelaah otak, orang jadi mengerti. Kalau sudah masuk dan mengendap ke hati, berarti dia paham. Kalau sudah diterapkan, berarti sudah disebut menghayati. Kalau ilmunya itu bermanfaat bagi orang banyak, maka dikatakan aji." Saat itulah dia bisa disebut orang bijak bestari. Untuk mencapai hal ini, orang Islam perlu tahu dan menjalani syariat, tariqat, dan ma'rifat dengan sentiasa berpijak kokoh pada iman dan ahlakul karimah, juga senantiasa berpegang teguh dan mencari petunjuk dari Al Quran. Dengan demikian, umat bisa senantiasa mengikuti dinamika dan perkembangan jaman, tanpa takut dan kawatir pada pengaruh agama dan budaya lain, apalagi takut mempelajari dan menelaah ilmu orang lain, yang hakikatnya semua adalah Ilmu Allah Yang Maha Tahu dan Yang Ilmunya meliputi segalanya.
  

Pembukaan (Al fatihah)

Surat Al Fatihah disebut Al Fatihah (Pembukaan), karena surat ini adalah pembukaan Kitab Allah atau dengan kata lain pintu masuk untuk memasuki khasanah ilmu Allah. Dalam surat ini berisi inti ajaran Islam, yaitu Tauhid, yang oleh karena itu, surat ini juga disebut sebagai Ummul Kitab (Babon Kitab). Babon Kitab berarti ibu yang melahirkan ilmu-ilmu yang lain.

Dengan demikian berarti, jika kita membaca dan mengerti, hingga bisa memahami dan menghayati ilmu yang terkandung dalam surat ini, Insyaallah Allah akan membukakan atau memberitahukan anak ilmunya yang meliputi seluruh hal dan kejadian di alam semesta ini, karena dia adalah Tuan dari semesta alam ini. Surat ini berjumlah tujuh butir, dimulai dari penyebutan nama Allah atau membaca basmallah sebagai suriteladan kalau memulai sesuatu.

1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Membaca basmallah perlu dilakukan, terutama saat membaca dan menggali ilmu. Sadarilah bahwa segala sesuatu diliputi oleh Dzat Allah. Segala perangkat yang kita gunakan dalam diri kita, juga yang kita hadapi adalah sesuatu yang dari Allah. Tubuh, hati, juga otak dan pikiran adalah karunia Allah; segala yang kita hadapi juga wajah Allah. Dasar dari hal ini adalah, ketika seorang muslim melempar sesungguhnya dia melempar dengan tangan Allah. Yang dilempar juga diliputi Allah, karena ke manapun kamu menghadap di situ ada Wajah Allah. Maka dari itu, Allah meneladankan dalam pembukaan ayat-ayatNya untuk membaca basmallah.

Hal ini juga menunjukkan bahwa Allah mengajarkan sesuatu dengan hikmah dan suri teladan, bukan hanya ngomong saja. Ada beberapa kelompok orang Islam yang coba menafikan atau menghilangkan basmallah dari Al Fatihah. Tapi saya rasa, munculnya mereka adalah merupakan tanda jaman bahwa di negeri ini, bahkan mungkin dunia Islam umumnya sedang mengalami krisis keteladanan. Namun hal ini juga tak bisa dibiarkan, karena mereka telah menyalahi pemahaman dasar tauhid yang meliputi Asma, Sifat, Af'al, dan Dzat Allah SWT. Dimulainya Al Fatihah dengan basmallah adalah dasar dan perwujudan ilmu Tauhid yang mengarahkan pada pemahaman Yang Satu, Tuhan Semesta Alam.

Ar Rahman dan Ar Rahim dalam ayat satu merujuk pada Nama atau Asma. Lalu, segala puji hanya milik Allah menrujuk pada Sifat Allah yang serba terpuji. Bahkan dalam kekerasan dan pembalasanNya pun, tetap mengandung hikmah dan sifat yang terpuji. Lalu Ar Rahman dan Ar Rahim dalam ayat ke tiga merujuk pada Perbuatan atau Af'al Allah yang selalu mengasihi dan menyayangi mahluk-mahlukNya. Dan terakhir merujuk pada DzatNya yang kelak pasti akan membalas tiap tiap kata atau ucapan, tiap sifat, dan tiap perbuatan mahlukNya yang sudah dipercayaNya mengamban amanat sebagai pemelihara dan pemimpin di muka bumi. Tiap perbuatan yang baik walaupun sebesar atom pasti akan diperhitungkan dan akan mendapat balasan yang baik dariNya. Sebaliknya yang buruk pun, juga akan diperhitungkan biar perbuatannya sebesar atom dan akan mendapat balasan yang setimpal.

Kalau sesudah tahu pengetahuan ini, yang menafikan basmallah tetap dengan pendirian dan pandangan mereka, tugas seorang muslim hanya menyampaikan dan mengingatkan, kalau mereka tak bisa menerima, "Agamamu untukmu, agamaku untukku." Artinya ya memang sejauh itu mereka hendak meraup ilmu Allah. Mereka memutuskan berhenti sampai di situ. Tidak ada seorang pun yang boleh memaksa mereka. Dan sebaiknya mereka juga menghargai orang lain yang masih haus akan ilmu pengetahuan sampai batas yang mereka rasa cukup. Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya. 

Kemudian, ayat ke dua dilanjutkan dengan memuji dengan tak berhingga kepada Allah.

2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Sebelumnya telah disinggung bahwa Allah lah yang memiliki segala sifat yang terpuji. Maka dari itu, hendaknya tak ada seorang pun yang sombong bila memiliki salah satu sifat yang terpuji atau bahkan berbagai sifat yang terpuji, ingatlah bahwa Yang Maha Terpuji hanya Dia. Oleh karena itu, senantiasa bersikap rendah hatilah.

Seorang muslim harus senantiasa rendah hati. Dalam hatinya tidak boleh ada kesombongan, karena kesombongan adalah Jubah Kebesaran, yang hanya boleh dipakaiNya saja. Apalagi, betapapun hebat kemampuan seorang muslim, sesungguhnya kehebatannya itu karunia dan milik Allah semata, yang dipinjamkan padanya, segala perangkat yang digunakannya pun ciptaan danmilikNya semata. Karena itu, segala puji hakikatnya hanya pantas disandang Allah, yang menciptakan perangkat dalam diri dan semuanya yang membuat seorang jadi hebat. Dan kebatan itupun, tak akan bisa dicapai dan diraihnya kecuali atas ridho dan seijin Allah. Dan kalau misalnya seseorang banyak berbuat jahat ternyata masih dikaruniai kehebatan, maka waspadalah kalau itu dilakukan Allah semata untuk memberi tangguh sampai waktu datangnya kehancuran dalam masyarakat itu.

Selanjutnya, disebutkan betapa dermawan dan penuh belas kasihnya Allah yang senantiasa melimpahkan rahmat, petunjuk, berkah, dan nikmat-nikmatNya kepada semua manusia yang mau berusaha.

3. Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Dengan ini, hendaknya tetap disadari bahwa segala sesuatu adalah milik Allah. Dia yang pantas mendapat segala pujian itu adalah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia Kuasa memberi juga Kuasa mengambilnya kapan saja, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya, Dia senang memberi pada hamba-hambaNya yang mau berusaha dan senantiasa taat. Tetapi Dia Maha Adil pada semua yang mau berusaha. Dia pasti lebih memenangkan orang-orang yang taat dan bertaqwa, tetapi kalau kehebatanNya sudah dikaruniakan kepada orang-orang yang ingkar dan mungkar, berarti itu tanda bahwa Allah menginginkan kehancuran atas suatu umat. Hal itu bisa disebabkan karena kemungkaran sudah meraja lela dan orang-orang yang bertakwa hanya diam saja, meski dia dikaruniai kemampuan untuk menindak. Atau karena orang-orang yang masih punya taqwa ternyata jauh lebih buruk kelakuannya daripada yang ingkar. Dan dalam hukum kemanusiaan di manapun, orang munafik pasti jauh lebih buruk kelakuannya daripada orang yang ingkar (kafir). Makanya, Allah ridho orang yang lebih kuat meski itu dalam keingkarannya, memberangus dan menguasai orang-orang yang ragu dan lemah hatinya.

Terus, disebutkan pula dasar bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan Allah pasti akan membalas tiap amal perbutan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Dia adalah

4. Penguasa Hari Pembalasan.

Yang dimaksud Hari Pembalasan adalah meliputi dua kriteria yaitu hari di mana ketika semua kondisi dibalikkan saat berada di dunia ini dan hari di mana semua harus dipertanggung jawabkan langsung di hadapan Allah SWT sesudah Hari Kiamat kelak.

Tiap manusia dan jin, yang hadir di muka bumi ini, diciptakan semata untuk beribadah atau bertaqwa kepadanNya dengan segala yang telah dikaruniakan Allah padanya. Dia dilahirkan dalam keadaan bersih dan suci, maka hendaknya kembali dengan suci dan bersih pula ke hadiratNya. Yang dimaksud ibadah atau taqwa adalah menjalankan semua yang baik dan menjauhi yang buruk. Dalam bahasa lain menjalankan semua yang baik dan menjauhi laranganNya sering disebut menjalankan perintahNya (taqwa). Tapi sesungguhnya dalam bahasa Al Quran, makna dari menjalankan perintahNya berarti menebar kebaikan dan menjauhi larangan, yang membawa keburukan bagi orang itu sendiri, manusia, dan alam sekitarnya. Bahasa yang lebih sederhana dari yang disebut menjalankan perintahnya ini adalah menjadi rahmat bagi semesta alam.

Dan terakhir, dari ilmu Tauhidnya adalah disebutkan bahwa hanya kepada Allah lah seorang muslim tunduk dan menyembah dan kepadaNya lah dia minta pertolongan dan berserah diri.

5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Inilah hakikat seorang muslim yang diajarkan kepada para nabi sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Semua nabi yang dipilih Allah yang tersebar di seluruh penjuru dunia dari kutub selatan hingga kutub utara, dari manusia pertama hingga nabi terakhir, sesungguhnya mewarisi hal ini. Namun dalam Al Quran dikukuhkan bahwa ilmu tunduk dan berserah diri ini adalah agama yang dibawa Nabi Ibrahim, yang akan diwariskan secara turun-temurun kepada anak cucunya, hingga suatu saat akan dipilih salah satu dari anak cucunya, yang akan jadi pemuka bagi semua umat manusia. Itu adalah janji Allah kepada Nabi Ibrahim, yang memiliki ketundukan dan ketaatan yang luar biasa, atas doanya. Tapi jawaban Allah atas doa Nabi Ibrahim itu adalah Allah hanya akan mengarunikan anugerah itu pada keturunannya yang bertaqwa. Oleh karena itu, dari keturunan Nabi Ibrahim terus diseleksi hingga orang terakhir yang bisa dipilihNya. Orang terakhir itu adalah Nabi Isa yang dari keturunan Nabi Ishaq dan Nabi Muhammad yang dari keturunan Nabi Ismail. Keduanya adalah putera-putera Nabi Ibrahim dari ibu yang berbeda. Kalau melihat sejarah kedua Nabi tersebut yang tak mempunyai penerus lagi, ada kemungkinan anak turun Nabi Ibrahim telah berhenti sampai di keduanya mengingat Nabi Isa tidak memiliki keturunan; keturunan Nabi Muhammad juga tak ada yang laki-laki. Cucu beliau yang laki-laki Hasan dan Husen juga tak selamat dari kejahatan manusia di jaman itu. Makanya, jaman kenabian bisa dikatakan berakhir pada masa Nabi Muhammad.

Lalu berikutnya, pada ayat selanjutnya, seorang muslim diperintah dan diteladankan untuk senantiasa mendekat dan berdoa supaya senantiasa ditunnjukkan ke jalan yang lurus.

6. Tunjukilah kami jalan yang lurus,

Apakah jalan yang lurus itu?

7. Yaitu Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Jalan lurus yang dimaksud itu adalah jalan Tauhid.Jalan yang lurus atau jalan tauhid bisa diibaratkan sirotolmustaqim atau jalan yang amat halus ibarat sehelai rambut dibelah tujuh. Lalu ditekankan pula dalam ayat ke tujuh itu, sebagai bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang ingkar atau sesat.

Jadi, jalan yang lurus itu meliputi tiga ciri, yaitu tauhid, bukan jalan orang berseberangan dengan tauhid tersebut, juga bukan jalan orang yang sesat meski senyampang mengatakan jalannya adalah jalan tauhid. Jalan orang-orang yang ingkar bisa dikatakan jalan Iblis atau jalan yang putus dari rahmat. Sementara jalan orang-orang melanggar atau tersesat bisa disebut jalan orang-orang yang terpedaya setan atau jalan mahluk Allah yang telah jauh dari kebenaran.

Itulah Babon Ilmu Allah, yang jumlahnya tujuh point. Kemudian, mengingat pentingnya ketujuh ayat tersebut, maka diwajibkan tujuh ayat itu selalu dibaca secara berulang-ulang dalam tiap sholat. Karena itu Al Fatihah selain disebut Al Fatihah atau pembukaan, Babon Kitab, juga disebut sebagai Surat Yang Dibaca Secara Berulang-ulang. Maksud dari diwajibkan ketujuh ayat tersebut untuk dibaca secara berulang-ulang adalah hendaknya diresapkan betul maknanya ke dalam hati dan pemahaman, agar benih ilmu tauhid yang tertanam terus terpupuk dan tersirami, hingga menjadi subur.

Lalu selain daripada itu, perlu diketahui juga bahwa, dalam Kitab suci Al Quran ada Surat Pembukaan, tetapi tidak ada Surat Penutupnya. Ini menunjukkan bahwa Ilmu Allah sangatlah luas dan tidak terbatas. Kalau digambarkan, luasnya Ilmu Allah adalah tak berhingga, sehingga dikatakan, apabila air seluruh samudera dikumpulkan dan dijadikan tinta, maka tidak akan cukup untuk menuliskan Ilmu Allah.

Namun, dalam Al Quran dikatakan juga bahwa, telah kucukupkan agamamu atau dasar kehidupanmu dengan lengkapnya penurunan Al Quran. Kitab ini akan jadi petunjuk bagi manusia dan akan terjaga dan terpelihara, hingga akhir jaman. Itu artinya, sebagai dasar ilmu dan agama Al Quran telah dicukupkan bagi kepentingan manusia untuk dijadikan dasar dan pedoman hidup. Akan tetapi untuk hidup, dengan menyadari realita dan kenyataan yang terus berubah, manusia harus senantiasa mendekat dan minta petunjuk pada Allah lewat sabar dan sholat sebagai penolong.

Lalu, Al Quran juga tidak mengajarkan untuk menjauhi ilmu-ilmu yang telah dikembangkan manusia dengan sedemikian rupa, karena pada dasarnya, semua ilmu adalah milik Allah, yang adalah anak ilmu dari Al Quran. Dalam arti, semua dasarnya sudah ada di dalam Al Quran. Oleh karena itu, bagi segenap umat Muslim, jangan pernah melupakan Al Quran, meski begitu sibuk menuntut ilmu dari berbagai sumber, agar ilmunya tetap terarah dan mendapatkan petunjuk. Sementara bagi umat agama lain, silahkan kalau mau membaca dan mempelajari Al Quran, karena Al Quran memang diturunkan untuk seluruh alam tanpa kecuali.

Tapi barangkali, jika melihat ayat-ayat tersebut, pasti ada orang yang masih tak percaya kalau tujuh ayat ini adalah babon dari kitab. Hal ini sama halnya dengan pandangan mustahil orang terhadap Al Quran yang sudah menyajikan dasar dari semua ilmu. Atas hal ini, orang pasti bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin, semua ilmu yang begitu luas bisa dicakup oleh kitab setebal kelingking? Apa hubungannya yang tertera dalam Al Quran dengan ilmu komputer, otomotif, akutansi, dan sebagainya? Akan tetapi percayalah, jika Allah sudah membukakan ilmuNya bahwa hal-hal sederhana seperti seng dan plastik pun, bisa menjadi kartu memori. Tempat kedap dan hampa udara dalam bolam bisa mempertahankan percikan api yang muncul ketika arus listrik negatif dan positif dipertemukan. Allah menyatakan bahwa Dia mampu membuat perumpamaan yang lebih rendah daripada seekor nyamuk. Setiap yang diciptakanNya pasti berguna dan tidak sia-sia. Ilmu yang ditunjukkanNya pada manusia dalam Al Quran meliputi atom dan molekul, hingga semesta raya yang amat luas.


Memurnikan Keesaan Allah (Al Ihklas)

Inti dari ilmu Allah adalah Tauhid. Dalam Surat Al Ikhlas dirangkum dan ditekankan agar orang-orang yang beriman memurnikan Tauhidnya. Tapi apakah tauhid itu?

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Katakanlah Allah (Al Ilah/Tuhan) adalah Maha Esa/Ahad. Dia bukan sekedar eka/satu/wahid, tetapi Esa/Ahad. Artinya Dia itu unik. Satu, tetapi meliputi segala sesuatu. Dia tak bisa dibayangkan, juga tidak bisa diwakili oleh sesuatupun.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Dia adalah tempat bergantungnya segala sesuatu. Dia yang Menciptakan semua, Dia pula yang Menghidupi dan Tempat minta Pertolongan. KepadaNya segala amal diperuntukkan.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

Dia tidak beranak, tidak pula punya orang tua. Dia yang paling Dahulu dan Berdiri Sendiri. Tidak ada lagi Pencipta selain Dia.

4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." 

Dia serba Maha dan tak ada sesuatupun atau seorangpun yang setara denganNya.

Hal yang unik, surat ini disebut Al Ihlas, padahal dalam penyajiannya seperti tak menyebut perihal sikap ihlas (menujukan tiap amal dan hidup semata untuk beribadah kepada Allah). Namun, walaupun secara tersurat tidak ada keterangan soal ihlas, secara tersirat yang tercantum dalam ayat ini adalah dasar untuk senantiasa berlaku ihlas dalam beramal dan menjalankan kehidupan. Tapi kenapa kita musti berlaku ihlas atau beramal dan beribadah semata karena Allah? Karena kita dipsrahi amanat untuk menjaga kehidupan dan keselamatan kita. Allah Menghendaki kebaikan atas kita dan kehidupan ini. Oleh karena itu Allah memberi petunjuk agar kita memenuhi kebutuhan kita. Dan kita butuh memenuhi kebutuhan kita itu dengan cara yang baik dan tak merugikan yang lain, agar kita tak mendapatkan mara. Contoh dari kebutuhan kita itu adalah makan, minum, menuntut ilmu yang benar, istirahat dan refresing, berpasangan, berhubungan baik dengan rang lain, juga butuh ketenangan batin, yang oleh karena itu kita diperintahkan sabar, berdzikir, dan berdoa yang secara khusus disebut sholat.

Murnikanlah Tauhid, agar tampak jelaslah ilmuNya yang tersebar di muka bumi, hingga ke hakikatnya. Tujukanlah taqwa atau mejalankan kebajikan dan menjauhi keburukan dan kerusakan hanya untuk Allah, maka balasan Allah akan jauh lebih melimpah. Tetapi jangan lupa, sebagai hamba Allah beragamalah secara fleksible dan dinamis, tetapi hatimu harus sekokoh karang yang tahan hempasan ombak, gempa, angin puyuh puting beliung, bahkan mesti dibakar oleh jutaan kata dan cerca. Allah melarang hambaNya beragama secara berlebihan, karena itu bisa menyesatkan banyak orang.

Pandanglah segala sesuatu dengan kaca mata Al Quran, karena Al Quran adalah Pembeda. Letak iman ada di dalam hati. Kehidupan dan dinamikanya akan terus menguji kekokohannya. Kalau hati dan iman yang didalamnya tak diterangi Al Quran, maka akan tersesat dan tak terarah untuk menuju kepadaNya semata. Kalau orang punya iman dan dapat petunjukNya, maka sebutannya Orang Mukmin yang bertaqwa.


Orang-orang Mukmin (Al Mukminun)

Setelah pembukaan (Al Fatihah), yang  menggambarkan inti ilmu tauhid yang meliputi Asma, Sifat, Af'al, dan Dzat Allah, dilanjutkan dengan penegasan ilmu Tauhid dalam surat Al Ihlas (Memurnikan Keesaan Allah). Keduanya adalah bekal pokok menjadi orang yang beriman. Tapi tidak cukup orang hanya mengatakan beriman saja. Syarat pokok menjadi orang beriman adalah membaca dua kalimat syahadat. Isi dari dua kalimat syahadat adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (Allah/Al Ilah) selain Allah dan Muhammad adalah utusaNya. Arti dari bersaksi adalah menyaksikan bukti-bukti Keuasaan Allah dengan nyata dan benar Muhammad adalah utusanNya yang membawa mukjizat penerang bagi tanda-tanda KeuasaanNya di muka bumi. Namun dalam kenyataannya, tidak semua orang sudah bersaksi saat membaca syahadat. Banyak dari orang-orang yang menjalankan ajaran Islam karena faktor keturunan dan ikut-ikutan. Untuk itu, wajib hukumnya bagi tiap orang yang mengaku Islam atau telah bersyahadat untuk senantiasa belajar dan berma'rifat pada tanda-tanda Kekuasaan Allah yang tersebar di muka bumi, baik yang ada di dalam diri, alam sekitar, orang sekitar, maupun mahluk sekitar (alam gaib) meski tentang hal yang gaib, Allah hanya memberi pengetahuan sedikit pada manusia. Dengan demikian, iman seseorang bisa menjadi benar-benar mantap (haqul yakin). Dan Allah pasti akan menunjukkan tanda-tanda KekuasaaNya pada setiap manusia agar dia yakin. Tentang alam gaib pun, pasti juga akan ditunjukkan pada setiap manusia, biar sekali untuk meneguhkan keimanannya.

Namun meskipun begitu, tidak semua manusia bisa menikmati indahnya hidayah iman karena nafsu atau disesatkan setan, baik dalam bentuk jin maupun manusia lain. Untuk itu, dalam belajar dan berma'rifat, atau mungkin bahasa sederhananya menyelami kehidupan, sangat penting orang tahu, mengerti, memahami dan mencamkan (menghayati) ilmu Tauhid. Ibaratnya, Tauhid adalah dasar dan pijakan bagi penyelam kehidupan. Bagi orang yang Tauhidnya bagus Insyaallah dia akan menjadi orang yang punya ciri-ciri yang digambarkan dalam surat Al Mukminun berikut:

1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
8. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
10. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Kesebelas ayat tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang menggambaran ciri-ciri orang yang beriman. Orang yang tak memiliki ciri tersebut atau yang tidak menjalankannya berarti tidak beriman. Adapun ciri-ciri pokok tersebut adalah orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, orang yang menjauhi perbuatan dan perkataan yang tak berguna, menunaikan zakat, juga menjaga kemaluannya kecuali pada istri dan budak yang mereka miliki, memelihara amanat dan janjinya, serta memelihara sembahyangnya. Itu berarti, kalau orang tak khusyu' dalam sembahyangnya, orang yang masih suka melakukan perbuatan dan perkataan yang tak berguna, tidak menunaikan zakat bagi yang mampu, tidak menjaga kemaluannya dari yang bukan istrinya dan yang dibenarkan, yaitu budak yang dimilikinya, tidak menjaga amanat dan janjinya, serta tidak memelihara sembahyangnya, mereka bukan orang beriman. Pada mereka orang beriman tidak boleh menjalin hubungan pernikahan, juga tidak boleh menjadikan mereka sebagai wali. Namun, dalam hubungan lain tetap boleh dilakukan, asal tidak untuk berkumpul dan bekerja sama dalam mempersekutukan Allah. Untuk menjadikan mereka sebagai saksi dan pemimpin boleh jika mereka memang baik dan tak ada pilihan yang lain. Kalau masih ada lebih baik percaya pada yang mukmin.   

Itulah yang patut dicamkan dan diajarkan Allah dalam Al Quran. Namun, dari semua ciri itu, ada beberapa hal yang patut dicermati juga. Yaitu, pertama, adanya istilah budak. Budak dalam Islam,berbeda dengan budak di jaman dahulu yang menempatkan seseorang tanpa kemerdekaan dan tak mengenal perikemanusiaan. Namun, budak dalam Islam tetap terikat pada tanggung jawab yang diembannya. Menurut yang dicontohkan Nabi Muhammad, konsep budak itu lebih mirip dengan konsep pembantu di jaman sekarang. Mengenai hal ini patut dikaitkan dengan ayat-ayat berikutnya yang berbunyi:

12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.

Orang beriman diingatkan akan asal-usul kejadiannya yang dari air mani atau saripati tanah. Itu artinya semua manusia sesungguhnya adalah sama. Oleh karena itu bahkan antara tuan dan budak pun tidak ada bedanya. Antara penguasa dan rakyat jelata juga sama. Namun dalam beberapa hal menyangkut kedudukan sosial seseorang ada perbedaan perilaku yang di dalamnya mengandung hikmah. Misalnya kepada penguasa yang baik, menunaikan janji dan amanatnya, serta berbuat adil, orang beriman harus menghormati dengan wajar dan taat pada kebijaksanaannya. Sekali lagi kebijaksanaannya, bukan sekedar keputusannya. Penguasa yang baik, menunaikan janji dan amanat, serta adil, harus menentukan keputusannya secara bijak berdasarkan prinsip kebaikan, untuk kebaikan semua, dan adil.

Tentang budak atau pembantu pun juga demikian. Seorang pembantu atau budak, kalau mau digauli sebaiknya dinikahi dan dipenuhi hak-haknya sebagaimana mestinya, karena dia adalah manusia juga. Oleh karena itu, ayat yang menyinggung soal budak ini disandingkan dengan kewajiban orang beriman menjaga amanat dan janji. Budakpun, tidak akan mau digauli, jika tak diberi janji manis dan dipenuhi hak-haknya. Lantas, kenapa budak boleh digauli dengan tanpa tercela? Logikanya, kalau orang mempunyai budak atau pembantu, tentu saja dia bukan orang yang tidak mampu secara materi. Artinya, dia mampu juga untuk menikahi dan menunaikan hak-hak budaknya itu. Artinya kalau orang menjadi budak orang beriman, dia berada di posisi aman dan tak sampai kekurangan. Tapi ayat ini juga berarti bahwa orang muslim jangan sampai menjadi budak atau pembantu, kalau memang tak mau digauli dengan tanpa tercela. Apalagi kalau sampai menjadi budak atau pembantu orang-orang yang tidak paham bahwa, tak menjaga janji dan amanat adalah termasuk golongan orang yang tak beriman, tentu posisinya sangat riskan karena dia sudah menjadikan orang tak beriman sebagai wali (penanggungnya). Oleh karena itu, umat Islam tidak boleh malas, cerdas, dan kalau bisa jadi pemuka umat manusia. Dan menurut contoh Nabi, sebaiknya saudara-saudara seiman dari para budak dan pembantu yang dibeli menebus dan memerdekakannya jika mampu supaya tak ada seorang pun dari orang beriman yang menjadi budak.

Sekedar catatan, bagi para TKW di Timur Tengah, jangan salahkan kalau tuannya minta dia melayani. Menurut hukum agama hal itu memang sah, apalagi mereka beli atau membayar untuk dapat seorang pembantu. Jadi yang patut disalahkan soal kasus ini adalah ketamakan mereka sendiri, suami dan keluarga yang mengijinkan, bahkan masyarakat Indonesia secara luas terutama yang beragama Islam, yang bahkan memuji mereka sebagai orang yang rela dijadikan martir dan budak. 

Lalu, hal ke dua yang patut dicermati adalah soal memelihara amanat dan janji sebagai ciri orang beriman. Hal ini berarti, seorang pemimpin yang telah dipasrahi amanat dan telah bersumpah, jika dia sampai khianat dan melanggar sumpahnya, berarti dia termasuk orang yang tak beriman. Bagaimana dia disebut orang yang beriman sedang jelas-jelas dilihat semua perbuatannya oleh Allah, baik yang tampak maupun tersembunyi, dia tak takut dengan datangnya hari pembalasan. Untuk itu, umat Islam wajib menurunkan pemimpin semacam itu. Dia tidak boleh memimpin orang-orang yang beriman.

Selanjutnya, ayat-ayat berikutnya membahas soal kesamaan semua umat manusia tidak hanya meliputi asal kelahirannya, tetapi juga kematiannya. Lalu ada ayat yang menyinggung soal padang masyar atau tempat berkumpulnya semua manusia di mana semua manusia pada waktu itu sama, telanjang bulat, dan yang membedakan satu dengan yang lainnya hanya kadar ketakwaannya saja.

15. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.
16. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa percaya pada kematian dan hari akhir merupakan bagian dari keimanan. Orang yang tidak percaya mengenai hal ini berarti bukan orang mukmin.

Lalu disebutkan bahwa hendaknya manusia jangan takut dan kawatir soal penghidupan, karena Allah yang menciptakan, maka Dia pula yang memelihara dan menghidupi. Ayat-ayat itu menegaskan akan kesamaan semua manusia dan jangan sampai jadi pembantu atau budak. Sekali lagi, orang yang beriman harus kuat dan cerdas. Jangan malas. Allah telah menentukan kadar segala sesuatu berikut tadirnya. Dalam rukun iman ini disebut Qodho dan Qodhar. Sebaiknya, coba perhatikan ayat-ayat berikut, agar semua lebih jelas.

17. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah langit; dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).
18. Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.
19. Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan,
20. dan pohon kayu (pohon zaitun) keluar dari Gunung Thursina, yang menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang makan.
21. Dan sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu makan,
22. dan di atas punggung binatang-binatang ternak itu dan (juga) di atas perahu-perahu kamu diangkut.

Lalu, dalam ayat berikutnya, disebutkan contoh orang beriman adalah para nabi seperti Nabi Nuh. Percaya akan adanya para utusan atau para Nabi dan Rasul yang memberi petunjuk dan peringatan merupakan bagian dar rukun iman. Jadi pada intinya, dalam surat Al Mukminun ini hendak menjabarkan ciri-ciri orang beriman sesuai dengan rukun iman yang enam yaitu Percaya kepada Allah dan beribadahlah karena Allah SWT saja. KepadaNyalah tempat menyembah. KepadaNya pula tempat berlindung dan minta pertolongan. Lalu Percaya pada malaikat-malaikat Allah. Percaya pada Kitab-kitab (ayat-ayat) Allah. Percaya pada Rasul-rasul Allah. Percaya pada Ketetapan dan Ketentuan Allah. Yang dimaksud Ketetapan adalah sesuatu yang sudah ditetapkan sejak jaman ajali yang meliputi lahir, jodoh, mati, rizki, perangkat dan potensi diri. Sementara Ketentuan adalah aturan main, hukum, atau Sunnatullah atas segala sesuatu. Dan yang terakhir adalah percaya pada Hari Akhir.

Namun, bersama itu juga disebutkan dan ditekankan tentang berbagai ciri orang yang tak beriman secara tersirat melalui sebuah kisah orang-orang terdahulu dengan para nabiNya. Berbagai ciri itu meliputi orang yang tak percaya akan adanya kehidupan berikutnya dan datangnya hari pembalasan. Tak percaya bahwa segala sesuatu adalah Allah (Tuhan Yang Satu) yang telah menciptakan. Tak percaya bahwa dia telah mengutus para rasul. Orang yang bersikap angkuh dan sombong seperti Firaun. Orang yang mengadakan sekutu atau menganggap Tuhan mempunyai anak. Orang yang memungkiri dan menghina ayat-ayatNya. Orang yang minta upah dari menyampaikan ayat-ayatNya dan tak percaya bahwa Allah memiliki rizki yang baik untuknya. Orang yang membuat agamaNya yang satu jadi terpecah belah dan merasa bangga dengan yang ada di sisih mereka. Orang yang ringan timbangan kebaikannya. Orang yang berbuat dosa tak menyesal dan tak segera memperbaiki kesalahannya. Orang yang tak percaya pada yang gaib dan mukjizat yang diberikan pada rasulnya. Orang yang tak makan yang baik-baik.

Orang-orang yang mempunyai ciri-ciri tersebut merupakan orang yang tak beriman. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan tercela itu merupakan orang tak beriman. Akan tetapi, kadang banyak orang tak menyadari bahwa ketika sedang melakukan dosa sesungguhnya dia bukan orang beriman. Barangkali ketika dia melakukan perbuatan dosa masih berkilah bahwa dia percaya Tuhan itu ada dan pasti akan memberi hukuman, tetapi syarat beriman itu bukan hanya percaya dan menganggap Tuhan itu ada, melainkan dia juga harus sadar bahwa Tuhan telah memberi ketetapan-ketetepan hukum, Tuhan juga akan membalas semua perbuatan walaupun sebesar zahro pun. Jadi, kalau ada yang bertanya bagaimana kita tahu orang beriman atau tidak, lihatlah pada perbuatannya. Kalau ahlaknya mencerminkan ahlakulkarimah (menegakkan yang baik dan bajik serta menjauhi yang buruk), maka ada tanda-tanda dia orang beriman. Kalau dia masih berbuat jahat, jelas dia bukan orang beriman. Lalu secara lebih dalam dia menujukan niat amal baiknya semata untuk beribadah kepada Allah. Dia tidak mengharapkan balasan atas amal baiknya kecuali balasan dari Allah. Kalau suatu saat orang yang diberinya kebaikan balas berlaku baik, berarti itu amal baik orang itu sendiri bukan balasan amal baiknya. Tapi biasanya tiap amal baik seseorang yang dilakukan secara ihlas karena Allah bisa mendapat balasan dari mana saja yang Dikehendaki Allah. Termasuk dari orang yang diberinya kebaikan. Tapi balasan dari orang itu tak perlu diharapkan sama sekali. 

Sebaiknya simak langsung dalam ayat-ayat berikut, agar semua lebih jelas dan ditangkap berbagai hikmah dan ilmu yang terkandung didalamnya, karena dalam tiap-tiap ayat berikut terdapat hikmah-hikmah yang lain selain menjelaskan ciri-ciri orang beriman, orang kafir, dan orang munafik. Ambil saja contoh, ayat 78 yang menyatakan, "Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi amat sedikitlah kamu bersyukur. Ayat tersebut menunjukkan bahwa Allah yang menciptakan segala perangkat pada diri manusia. Maka jika orang berpikir barangkali masih ada yang tak percaya Tuhan karena menganggap ada begitu banyak hal yang telah dibuat oleh akal dan ilmu pengetahuan manusia yang seperti tidak tertera dalam Al Quran. Namun, orang tidak akan bisa mungkir kalau akal, hati, dan panca indera sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan adalah buah karya Allah, Allah juga yang menentukan kadar kemampuannya. Maka semoga hal seperti ini bisa menambah tebalnya keimanan kepada Allah dan ayat-ayatNya, karena begitu jelas tanda-tanda KekuasaanNya yang tersebar di muka bumi.

23. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?"
24. Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: "Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.
25. la tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah terhadapnya sampai suatu waktu."
26. Nuh berdoa: "Ya Tuhanku, tolonglah aku, karena mereka mendustakan aku."
27. Lalu Kami wahyukan kepadanya: "Buatlah bahtera di bawah penilikan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan tanur telah memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap (jenis), dan (juga) keluargamu, kecuali orang yang telah lebih dahulu ditetapkan (akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim, karena sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.
28. Apabila kamu dan orang-orang yang bersamamu telah berada di atas bahtera itu, maka ucapkanlah: "Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kami dari orang-orang yang zalim."
29. Dan berdoalah: Ya Tuhanku, tempatkanlah aku pada tempat yang diberkati, dan Engkau adalah sebaik-baik Yang memberi tempat."
30. Sesungguhnya pada (kejadian) itu benar-benar terdapat beberapa tanda (kebesaran Allah), dan sesungguhnya Kami menimpakan azab (kepada kaum Nuh itu).
31. Kemudian, Kami jadikan sesudah mereka umat yang lain.
32. Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang berkata): "Sembahlah Allah oleh kamu sekalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selain daripada-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya).
33. Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum.
34. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi.
35. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?
36. jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu,
37. kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi,
38. Ia tidak lain hanyalah seorang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah, dan kami sekali-kali tidak akan beriman kepadanya."
39. Rasul itu berdoa: "Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka mendustakanku."
40. Allah berfirman: "Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal."
41. Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu.
42. Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain.
43. Tidaklah ajal suatu umat bisa disegerakan, dan tidak (pula) bisa diakhirkan.
44. Kemudian Kami utus rasul-rasul Kami berturut-turut. Tiap-tiap seorang rasul datang kepada umatnya, umat itu mendustakannya, maka Kami perikutkan sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Dan Kami jadikan mereka riwayat dan buah tutur (manusia), maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang tidak beriman.
45. Kemudian Kami utus Musa dan saudaranya Harun dengan membawa tanda-tanda (Kebesaran) Kami, dan bukti yang nyata,
46. kepada Fir'aun dan pembesar-pembesar kaumnya, karena mereka ini takbur dan mereka adalah orang-orang yang sombong.
47. Dan mereka berkata: "Apakah (patut) kita percaya kepada dua orang manusia seperti kita, padahal kaum mereka adalah orang-orang yang menghambakan diri kepada kita?"
48. Maka karena mendustakan keduanya, mereka termasuk orang-orang yang dibinasakan.
49. Dan sesungguhnya telah Kami berikan Al Kitab kepada Musa, agar mereka (Bani Israil) mendapat petunjuk.
50. Dan telah Kami jadikan putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir.
51. Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
52. Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.
53. Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka.
54. Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu.
55. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa),
56. Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.
57. Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan Tuhan mereka,
58. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka,
59. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun),
60. Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, karena sadar bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka,
61. mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.
62. Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan mereka tidak dianiaya.
63. Tetapi hati orang-orang kafir tidak sadar akan ini, mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan (buruk), dan terus mengerjakannya.
64. Hingga apabila Kami menimpakan azab, kepada orang-orang yang merasa bangga dan bahagia berbuat buruk di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong.
65. Janganlah kamu memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kamu tiada akan mendapat pertolongan dari Kami.
66. Sesungguhnya ayat-ayatKu selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kamu selalu berpaling ke belakang,
67. dengan menyombongkan diri daripadanya dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari.
68. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Firman (Kami), atau apakah telah datang kepada mereka apa yang tidak pernah datang kepada nenek moyang mereka dahulu?
69. Ataukah mereka tidak mengenal rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?
70. Atau mereka telah berkata pada rasulnya, kalau dia sedang berpenyakit gila. Padahal sebenarnya, dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci pada kebenaran itu.
71. Andaikata kebenaran itu menuruti keinginan (nafsu) mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah memperlihatkan kepada mereka, yang mereka bangga-banggakan, tetapi mereka jadi berpaling dari ayat-ayat Kami, karena kebanggaan itu.
72. Atau sebagian dari kamu meminta upah kepada mereka, karena menyampaikan ayat-ayat Kami, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezki Yang Paling Baik.
73. Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus.
74. Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan (yang lurus).
75. Andaikata setiap mereka yang memekik dan meronta Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudharatan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka.
76. Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, juga tidak memohon rahmatNya dengan merendahkan diri.
77. Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu tempat azab yang amat sangat, barulah mereka berputus asa.
78. Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi amat sedikitlah kamu bersyukur.
79. Dan Dialah yang menciptakan serta mengembang biakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nyalah kamu akan dihimpun dan dikumpulkan.
80. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang mengatur pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?
81. Sebenarnya mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan perkataan yang diucapkan oleh orang-orang terdahulu.
82. Mereka berkata: "Apakah betul, apabila kami telah mati dan kami telah menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami benar-benar akan dibangkitkan?
83. Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman seperti ini dahulu, tetapi ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala!."
84. Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
85. Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
86. Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
87. Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Lalu kenapa kamu tidak bertakwa?"
88. Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
89. Mereka menjawab: "Tentu saja Allah." Katakanlah: "Maka dari jalan manakah kamu ditipu?"
90. Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.
91. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,
92. Yang mengetahui semua yang ghaib dan semua yang nampak, maka Maha Tinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan.
93. Katakanlah: "Ya Tuhanku, jika Engkau sungguh-sungguh hendak memperlihatkan kepadaku azab yang diancamkan kepada mereka,
94. ya Tuhanku, maka janganlah Engkau jadikan aku berada di antara orang-orang yang zalim."
95. Dan sesungguhnya Kami benar-benar kuasa untuk memperlihatkan kepadamu apa yang Kami ancamkan kepada mereka.
96. Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan.
97. Dan katakanlah: "Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan.
98. Dan aku berlindung kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku."
99. Sementara keadaan orang-orang kafir, apabila datang kematian, seseorang dari mereka berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia,
100. agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.
101. Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.
102. Barangsiapa yang berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan.
103. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam.
104. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat.
105. Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya?
106. Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat.
107. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya, kembalikanlah kami ke dunia. Jika kami kembali juga pada kekafiran, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim."
108. Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.
109. Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik.
11O. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga karena kesibukanmu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan kamu tetap mentertawakan mereka,
111. Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang."
112. Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?"
113. Mereka menjawab: "Kami tinggal sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung."
114. Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui"
115. Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
116. Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan Yang Mempunyai 'Arsy yang mulia.
117. Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.
118. Dan katakanlah: "Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik."

Itulah sedikit hal yang bisa ditangkap penyaji dari ayat-ayat tersebut. Catatan kaki ini bukan dimaksudkan untuk mendikte atau memonopoli pemahaman pembaca. Barangkali anda atau orang lain bisa lebih teliti atau punya pandangan yang berbeda. Orang yang beriman tidak menolak adanya perbedaan pandangan, karena perbedaan adalah rahmat. Yang terpenting adalah agama Allah tetap satu jua, yaitu agama Tauhid yang percaya pada Tuhan Yang Satu. Jangan sampai agama yang satu itu tercerai berai. Apalagi hanya karena ingin dapat materi, kekuasaan, perhatian, dan kebanggaan. Percayalah, rizki dari Allah, tanpa memecah belah agama dan menjual ayat-ayatNya adalah lebih baik. Kekuasaan yang diberikanNya juga yang terbaik. Perhatian manusia hanya kepuasan sesaat, yang bisa berubah jika kondisi dibalikkan. Dunia yang dihiasi kerendahhatian lebih baik, indah, dan mesra dalam hubungannya dengan orang lain.

Agama Allah yang disajikan dalam Al Quran, sesungguhnya amat indah dan mengesankan dari segala aspeknya, karena mengandung begitu banyak hikmah. Namun, karena tidak diketahui betul hikmah-hikmah itu, maka membuatnya tak tampak segi keindahan dan mengesankannya. Malah, banyak orang yang takut, kawatir, dan dipenuhi prasangka sebelum membaca dan memahaminya. Lebih celakanya, banyak orang-orang yang tidak tahu banyak, malas mempelajarinya, atau sudah mengandung kebencian di dalam hatinya, malah menuduh dan merendahkan Al Quran. Kepada mereka sebaiknya jangan didebat, tetapi minta saja mereka langsung membaca ayat-ayat Allah, agar mereka tahu sendiri akan hikmah dan keindahannya. Tapi patut diingat pula, jangan pernah melupakan dirimu sendiri untuk senantiasa menikmati dan merasakan manfaatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar